Tentang Film:
Yang Tersisa Hanya Cinta adalah sebuah film drama romantis yang mendalam, menyentuh sisi paling rapuh dari hati manusia: kehilangan, kenangan, dan ketulusan. Film ini menggambarkan cinta bukan sebagai sesuatu yang indah dan penuh tawa semata, melainkan perasaan yang tetap tinggal, bahkan saat semuanya sudah tak ada.
Sinopsis:
Nadine dan Bayu adalah dua jiwa yang pernah saling mencintai begitu dalam, namun akhirnya berpisah karena keadaan. Tahun-tahun berlalu, masing-masing menjalani hidup dengan luka yang perlahan dikubur oleh waktu. Hingga suatu hari, mereka bertemu kembali dalam kondisi yang tak sempurna—terlambat untuk kembali, tapi terlalu dalam untuk diabaikan.
Pertemuan itu menghidupkan kembali percakapan yang dulu tertunda, kejujuran yang dulu disimpan, dan perasaan yang ternyata masih ada. Di tengah kehidupan yang telah berubah, keduanya sadar: yang tersisa dari semuanya hanyalah cinta—tanpa tuntutan, tanpa akhir bahagia, hanya kehadiran yang tulus.
Tema dan Pesan:
Film ini mengangkat tema cinta yang dewasa, kehilangan yang ikhlas, dan perjalanan untuk memaafkan masa lalu. Ini bukan cerita cinta yang menggebu, melainkan cinta yang bertahan dalam diam, mengendap dalam waktu, dan tetap hidup meski tak lagi bersama.
“Yang Tersisa Hanya Cinta” mengajarkan bahwa tidak semua cinta harus memiliki. Terkadang, cinta adalah tentang merelakan, mengenang, dan mendoakan dari kejauhan.
Gaya Visual dan Suasana:
Dengan tone visual hangat-kelabu dan sinematografi yang intim, film ini banyak bermain pada suasana sepi, sorot mata, dan percakapan lirih yang menggugah. Musik pengiringnya bernuansa akustik dan instrumental lembut, menyatu dengan emosi yang ditampilkan secara subtil tapi mengena.
Untuk Siapa Film Ini:
Untuk siapa pun yang pernah mencintai tapi tidak bisa memiliki. Untuk mereka yang masih menyimpan nama seseorang dalam hati, meski hidup sudah berjalan ke arah lain. Dan untuk kita semua yang percaya, bahwa cinta sejati tak selalu harus bersama—tapi selalu tinggal di hati, selamanya.